Kamis, 26 Februari 2009

SUDAHKAH BURUH INDONESIA SEJAHTERA (Analisis Sosiologis Mengenai Kesejahteraan Buruh Di Indonesia )

                                        SUDAHKAH BURUH INDONESIA SEJAHTERA
                  (Analisis Sosiologis Mengenai Kesejahteraan Buruh Di Indonesia )

Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan. Untuk itu Indonesia berusaha meningkatkan kualitas dan taraf hidup rakyatnya. Salah satunya dengan mengurangi angka kemiskinan masyarakatnya. Karena menurut data dari bank dunia (world bank) seperti yang dikutip oleh HS.Dillon dan Hermanto, bahwa jumlah penduduk miskin di Negara berkembang pada tahun 1988 adalah sekitar 1.116 juta jiwa atau sepertiga dari jumlah penduduk Negara-negara berkembang. Dan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 27,2 juta jiwa(1990) atau mengalami penurunan dari sekitar 54,2 juta jiwa di tahun 1976. Meskipun mengalami penurunan, namun hal tersebut belum bisa dikatakan berhasil, dikarenakan Indonesia masih dikategorikan Negara berkembang yang miskin.
Dari sekian juta penduduk miskin tersebut, salah satunya adalah buruh. Suatu kelompok masyarakat yang di pemikiran kita nasibnya memang selalu digambarkan memprihainkan, tidak punya kekuatan, tenaganya selalu dieksploitasi secara maksimal dan selalu menguntungkan golongan pengusaha. Seperti yang dikemukakan oleh Karl Marx, yang melihat bahwa konsep kelas merupakan kategori yang mendasar dalam struktur social. Factor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup dan kesadaran individu adalah posisi kelas. Konflik-konflik yang terjadi didalam masyarakat, terutama disebabkan oleh kelas-kelas yang berbeda. Didalam masyarakat kapitalis, sebenarnya terbagi atas dua kelompok besar yang saling bermusuhan dan berhadapan secara langsung, yaitu kelas borjuis dan kelas proletar.
Kaum proletar menurut Marx yang selalu sadar akan posisinya yang tertekan akan berusaha akan berusaha berjuang memikirkan untuk perbaikan nasibnya. Kaum proletar akan berusaha untuk bersatu memperjuangkan kelasnya melawan kaum borjuis.
Soejatmoko (1980) mengatakan bahwa golongan masyarakat miskin terpenjarakan oleh struktur-struktur social eksploitatif yang membuat masyarakat miskin (buruh) akan selalu tergantung dan tidak berdaya. Seperti halnya yang terjadi pada buruh nelayan. Buruh nelayan, nasib dan tingkat upahnya tergantung dari sejumlah kecil juragan yang memiliki kapal. Tidak ada harapan bahwa buruh nelayan akan dapat memperbaiki nasibnya dalam keadaan yang semacam itu tanpa adanya organisasi.
Hal tersebut sebanding dengan realita kehidupan perburuhan di Indonesia. Untuk memperjuangkan tuntutannya, buruh di Indonesia senantiasa bersatu membentuk suatu wadah yang terorganisir dan tersistematis dengan harapan tuntutan mereka dapat didengar dan dipenuhi oleh golongan pengusaha dan pemerintah. Umumnya tuntutan para buruh di Indonesia berkisar pada masalah-maslah perbaikan kesejahteraan

Buruh Sebagai Komoditi Politik
  Buruh sebagai golongan kelompok social yang mempunyai potensi untuk berperan melakukan perubahan social maupun politik, tidak bisa dipandang remeh dalam dinamika perjalanan masyarakat dan bangsa. Meskipun dipandang sebagai golongan masyarakat terbawah dalam stratifikasi social masyarakat kapitalis.
 Seringkali buruh dipandang sebagai suatu kelompok masyarakat yang dapat memberikan manfaat dalam proses politik. Tidak hanya di Indonesia, didalam perpolitikan Negara-negara di dunia, seringkali buruh dimanfaatkan sebagai kendaraan politik kelompok-kelompok maupun golongan. Seperti yang terjadi di Negara Australia belum lama ini, yaitu kemenangan Kevin Ruud dari partai buruh untuk menjadi Perdana Menteri. Hal tersebut makin membuktikan bahwa buruh memegang peranan penting dalam perpolitikan.
 Di Indonesia, buruh seringkali juga dimanfaatkan sedemikian rupa oleh pihak-pihak yang berkepentingan sehingga mereka mampu berada pada posisi yang baik dengan dukungan buruh. Pada masa orde baru misalnya, dengan jargon atau semangat pembangunan karena buruh. Selain itu dengan banyaknya partai-partai buruh yang berdiri semakin mengindikasikan bahwa buruh memiliki nilai jual yang tinggi dalam perpolitikan. 

Kesejahteraan Buruh 
 Meskipun buruh mempunyai posisi yang strategis dalam perpolitikan bangsa, namun seringkali suara buruh tidak didengar oleh para birokrat. Seringkali buruh hanya menjadi kebutuhan sementara bagi para pihak-pihak yang berkepentingan dan meninggalkanya ketika mereka sudah masuk pada lingkaran kekuasaan. Sangat ironis sekali melihat realita yang terjadi antara buruh dan birokrasi. Padahal kalau kita melihat bahwa kalangan industri sangat diuntungkan upah buruh Indonesia yang bisa dibilang sangat murah sekali dibandingkan dengan Negara-negara berkembang lainya. Dengan upah buruh yang relative rendah tersebut dan produktivitas buruh yang sedemikian tinggi, buruh mampu memberikan keuntungan yang besar bagi kalangan dunia usaha atau pengusaha. Hal ini bisa dilihat dari nilai tambah rata-rata setiap pekerja per tahun pada industri pangan sebesar 9,3 juta, indusri sandang 6,9 juta dan industri barang capital 16,7 juta atau sebanyak 10,5 juta untuk semua industri. Itu terjadi pada tahun 1997. Angka ini menunjukkan bahwa industri memungkinkan untuk memperbaiki upah buruh bahkan memberi upah yang tinggi (Setiadji, 2002:68-73 ). Disamping itu terdapat ketimpangan yang sangat mencolok antara upah yang diterima pekerja dengan keuntungan yang diperoleh pengusaha melalui peningkatan produktifitas buruh (Zulfiyandi,2002)
 Namun kenyataan berbicara lain, tuntutan normative buruh yang menginginkan perbaiakan kesejahteraan dengan cara peningkatan upah seringkali tidak mendapat respon yang memadai dari pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Pemerintah sebagai pihak yang seharusnya melindungi hak-hak buruh dengan aturan-aturan yang dibuatnya, seringkali atau bahkan tidak memainkan peranannya untuk membela hak-hak buruh. Justru yang terjadi sebaliknya, pemerintah malah menurunkan standart upah minimum buruh dibawah standart yang layak. Setali tiga uang dengan pemerintah, pengusaha sebagai golongan yang mengeksploitasi tenaga buruh juga tidak menampakkan taringnya. Padahal dengan naiknya upah buruh juga akan menyebabkan naiknya daya beli masyarakat secara umum. Uang dari buruh akhirnya kembali ke tangan para pengusaha melalui berbagai transaksi yang dilakukan oleh buruh dan keluarganya yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang positif pada pertumbuhan ekonomi.
   
Hubungan Buruh Dan Pengusaha
 Hubungan antara buruh dan pengusaha idealnya adalah saling menguntungakan antara satu dengan yang lainnya. Disisi buruh, semestinya sudah mendapatkan apa seharusnya menjadi hak-haknya. Tidak hanya upah yang memberi kesejahtetaan terhadap kehidupan buruh itu sendiri. Namun juga hal-hal lain yang sekiranya dapat menunjang kesejahteraan buruh tersebut. Diantaranya jaminan social tenaga kerja (Jamsostek), mekanisme pemutusan hubungan kerja sampai pada pembayaran uang pesangon ketika buruh sudah memasuki purna kerja. Karena yang terjadi selama ini buruh seringkali hanya mendapat upah pekerjaanya tanpa mengerti yang menjadi hak-haknya. Kemudian yang terjadi, misalnya ketika buruh mengalami kecelakaan kerja, buruh tidak mengetahui bahwa dia mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan social tenaga kerja. Atau ketika buruh di PHK tanpa tahu penyebabnya, bahwa didalam pemutusan hubungan kerja dalam dunia usaha, terdapat mekanisme yang harus dipatuhi oleh golongan pengusaha, salah satunya dengan memberi uang pesangon. Disamping hak, buruh juga harus paham dengan apa yang menjadi kewajibannya, yaitu menjalankan fungsi buruh sebagai pelaku produksi pada perusahaan.
 Disisi lain, pengusaha harus dapat memainkan perannya sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dengan apa yang dialami oleh buruh, tanpa mengurangi hak-hak yang seharusnya dimiliki buruh. Karena selama ini pengusaha kurang aktif dan reaktif dengan apa yang dialami oleh buruh. Pengusaha cenderung kurang merespon dengan apa yang dibutuhkan buruh tanpa melihat akibat buruk yang ditimbulkan apabila hak-hak buruh tidak dipenuhi oleh pengusaha. Pengusaha selama ini terlihat seperti berlindung di belakang pemerintah. Karena mereka berkeyakinan bahwa pemerintah tidak akan mengorbankan kaum dunia usaha yang ikut mendorong berkembangnya pereknomian bangsa.

Peran Pemerintah
 Peran pemerintah sangat vital sekali dalam terciptanya iklim yang kondusif bagi perekonmian bangsa. Pemerintah sebagai pembuat regulator semestinya mengetahui apa-apa yang dibutuhkan oleh pelaku dunia usaha yang diantaranya adalah buruh dan pengusaha tanpa membedakan status mereka dalam struktur masyarakat. Pemerintah harus bersikap arif dan fair dalam membuat regulator yang nantinya tidak mengntungkan atau merugikan salah satu pihak.
 Didalam masalah perburuhan nasional, pemerintah harus mengedepankan nilai-nilai social termasuk juga membuat regulator yang menjamin kesejahteraan buruh oleh perusahaan. Kesejahteraan buruh sangat perlu diperhatikan oleh pemerintah, karena apabila kita lihat bahwa tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang bekerja sebagai buruh pada dunia industri. Kita misalkan, apabila kesejahteraan buruh tidak mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah dan para buruh tetap hidup dalam garis kemiskinan, maka akan tercipta masalah social baru didalam masyarakat.
 Seperti kita lihat pada kasus diatas, terlihat bahwa peran pemerintah sangat minim sekali didalam upayanya meningkatkan kesejahteraaan buruh. Pemerintah cenderung untuk membela kaum pengusaha dengan asumsi bahwa semakin rendah upah yang dibayarkan kepada buruh, maka semakin hidup dunia industri,
 Sudah saatnyalah pemerintah memainkan peranannya untuk lebih bersikap balance tanpa merugikan kaum buruh dan juga kaum dunia usaha. Buruh sudah semestinya diberi ruang untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Salah satunya dengan regulator yang dibuat pemerintah.


Risto Prasetyo

Mahasiswa Program Studi Sosiologi 

Universitas Jember 







2 komentar:

  1. Berbicara tentang buruh berarti ada berbicara tentang hubungan industrial. Hubungan industrial sepertinya belum menjadi isu yang populer di negara kita (Puguh Utomo).

    BalasHapus
  2. terima ksih atas komentarnya
    meski hubungan buruh belum populer, namun hubungan industrial ke depannya mungkin membutuhkan kajian yang lebih mendalam dari kita
    karena bagaimanapun hubungn industrial jangan kita anggap sesuatu yang enteng
    yang belum popukler bukan berarti tidak boleh dikaji

    BalasHapus